Ilmu Gizi, Universitas Diponegoro dan Kota Semarang (Part 2) ~ Dee Nutrition

Saturday, October 21, 2017

Ilmu Gizi, Universitas Diponegoro dan Kota Semarang (Part 2)

Untuk Part 2 kali ini, saya akan menceritakan tentang bagaimana hidup di Kota Semarang dan Penyesuaian diri Tinggal di Kota Semarang


Cerita Kehidupan Tinggal Di Kota Semarang


Semarang adalah Kota yang Sangat Panas


Satu hal yang pasti anda akan katakan ketika anda pernah tinggal di Semarang baik untuk waktu yang sebentar ataupun untuk waktu yang lama adalah bahwa Kota Semarang adalah Kota yang sangat panas. Sudah tidak dapat dibantah lagi jika Kota Semarang itu sungguh panas. Jangan berani – berani anda pergi jauh tanpa menggunakan jaket, karena jika anda masih menghiraukannya bersiap – siaplah kulit anda untuk terkena sun burn, menjadi gelap dan belang – belang. Saya sendiri yang sudah 4 tahun tinggal di Semarang saja terkadang masih belum terbiasa dengan panasnya kota semarang, Semarang benar – benar panas, jika anda hidup di kos – kosan yang tidak memiliki AC/Kipas angin dan anda berada di lantai atas ? siap – siaplah untuk menghadapi kegerahan yang membuat anda harus banyak minum ait putih dan menggunakan pakaian setipis mungkin untuk bisa menghilangkan kegerahan.



Pertama kali saya menginjakkan kaki di Kota Semarang saat itu adalah jam 9 pagi, dan itu sudah sangat terik sekali, tentunya untuk dapat pergi ke kost saya pertama kali, saya menggunakan taksi (karena saya belum tahu jalan atau angkutan umum lain yang bisa digunakan untuk bisa sampai ke kost saya). Hal pertama yang diberitahukan supir taksi kepada saya seingat saya adalah bahwa Kota Semarang itu memiliki suhu cuaca yang cukup tinggi sehingga akan sangat panas apalagi jika anda ada di bagian tengah Kota, maka sudah dapat dipastikan jika anda ingin ke suatu tempat yang cukup jauh atau jauh maka berjalan kaki tidaklah disarankan bagi anda yang mudah terkena dehidrasi dan tidak terbiasa dengan kepanasan.

Waktu terus berlalu, hari demi hari, bulan demi bulan dilalui dan benar saja, Panasnya Kota Semarang benar – benar tidak dapat terbantahkan. Jika Kota Jakarta panasnya itu karena polusi udara, Kota Semarang itu panasnya karena memang cuacanya yang sangat panas, ditambah polusi udara yang juga cukup tinggi (walaupun tidak setinggi kota Jakarta) sehingga cuacanya benar – benar panas. Saya menilai juga bahwa Infrastruktur di Kota Semarang tidak memiliki cukup pohon besar dan rindang sehingga udara segar atau tempat berteduh itu cukup jarang ditemukan di kota Semarang, inilah yang menurut saya mengapa kota semarang itu cukup panas.

Oh dan jika kalian bertanya kenapa saya kost di Semarang bawah, sedangkan Universitas Diponegoro ada di Semarang atas, itu karena saat itu jurusan saya masihlah berada di bawah, tepatnya berada di Fakultas Kedokteran lama di Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. Kariadi Semarang, oleh karena itu saya bisa ‘merasakan’ panasnya berada di tengah kota Semarang. Untuk dapat tahan dari panasnya kota Semarang, mau tidak mau saya harus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar. Karena saat itu saya belum ada kendaraan saya untuk berangkat ke kampus dan pulang ke kost harus menggunkan topi atau payung, selain itu saya memiliki penyakit atau gangguan dimana jika saya terpapar sinar matahari terlalu sering dan lama, maka melanosit atau yang sering disebut tahi lalat akan dapat tumbuh dengan cepat di tubuh saya, oleh karena itu saya harus menyesuaikan diri.

Saran lainnya adalah jika kalian ingin merasakan air yang dingin dan sejuk di Kota Semarang, maka mandilah sebelum jam 5 atau jam 6 pagi atau mandi ketika ada hujan besar di Kota Semarang, maka terkadang anda akan beruntung untuk dapat mandi air dingin di tengah Kota Semarang. Kalian ingin mandi air hangat tanpa harus merebusnya terlebih dahulu ? tenang, cobalah anda mandi di tengah hari di kota Semarang dan anda akan mendapatkan air ‘hangat’ untuk mandi

Penyesuaian Terhadap Makanan di Pulau Jawa (Tepatnya di Semarang)


Karena baru pertama kali tinggal di Jawa untuk waktu yang lama, tentunya saya akan terus mengonsumsi makanan di sana untuk waktu yang lama juga. Satu hal yang saya bisa pastikan bahwa, masakan jawa itu ‘terasa lebih manis’ dan tidak ‘pedas’ dibandingkan masakan di pulau sumatera (atau Lampung sekalipun). Bagaimana mungkin ada namanya tempe kering tapi masih memiliki sedikit kuah ? Ketika itu saya ingin membeli tempe kering karena tempe kering merupakan salah satu makanan kesukaan saya di rumah, namun entah kenapa saya tidak dapat menemukan sayur tempe kering yang benar – benar kering dan malah menemukan sayur tempe kering yang saya jabarkan diatas. Keanehan lainnya adalah biasanya sayur tempe kering itu pedas atua lebih cenderung pedas ketika saya di Lampung, namun di Semarang tempe keringnya itu ada 2 rasa utama yaitu manis dan pedas. Hal ini juga terjadi ketika saya praktik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi di Kota Solo.

Akibat dari ‘rasa manis’ masakan yang saya beli, pada awal – awal kuliah atau semester – semester awal saya masih belum dapat beradaptasi dengan masakan di sana dan membuat saya jadi kurang nafsu makan. Tentunya karena saya belum terbiasa saya tidak bisa makan dengan lahap, namun tentu saja hal tersebut harus diadaptasi karena saya akan tinggal di Kota Semarang untuk waktu yang lama, dan mau tidak mau saya harus mengonsumsi makanan disana. Selain itu, mana mungkin saya tidak makan padahal saya merupakan mahasiswa jurusan gizi dan asupan makanan itu penting karena dapat menjaga status gizi sehingga tidak menjadi kurus kurang gizi bukan ? apa jadinya jika mahasiswa gizi memiliki status gizi undernutrisi atau kurang gizi ? (Right?)

Oh ia karena saya di Lampung itu bukan tinggal di Kota Bandar Lampung, dan ketika saya kuliah saya tinggal di Kota, tentu saja saya melihat hal lain yang terlihat jelas. Terdapat beberapa harga makanan atau suatu produk yang jauh lebih mahal dibandingkan ketika saya di Lampung. Contohnya adalah buah pisang, saya menyukai buah pisang (dan harus menyukainya) karena itu baik untuk menjaga penyakit hipertensi saya, ketika saya membeli buah pisang satu ‘kepok’ ukuran kecil di Kota Semarang harganya bisa mencapai Rp. 14000 hingga Rp. 20000 sedangkan di Lampung saya bisa mendapatkannya dengan harga Rp. 4000 – 10000, sungguh sangat jauh perbedaannya bukan ? 



Yah mungkin hal lainnya juga karena saya tinggal di desa ketika saya di Lampung dan di Semarang saya tinggal di Kota jadi adalah hal yang wajar jika kita menemukan harga suatu makanan yang lebih mahal. Jika kita ingin mencari makanan atau hal lain yang murah kita harus jeli mencarinya karena hanya sedikit saja toko atau orang yang berjualan yang menawarkan harga yang murah. Harga murah ada, namun kita harus bekerja keras atau menemukan tempat jualan yang memang murah di Kota Semarang.

Sekian dulu untuk Ilmu Gizi, Universitas Diponegoro dan Kota Semarang (Part 2), Tunggu Cerita Part 3 selanjutnya hanya di Dee Nutrition’s Blog. Jika anda belum membaca Part 1, silahkan klik link dibawah ini

Jangan Lupa Subscribe melalui email dan like fans page Dee Nutrition’s Blog untuk mendapatkan informasi atau postingan terbaru dari blog ini. Sekian Dan Terimakasih

Author of Dee Nutrition’s Blog
Destio D. Fahrizki 
Share:

0 Comments:

Post a Comment

Blog Archive

Labels